Breaking News
Loading...
Thursday, July 18, 2013

Info Post
Sejak keluarnya Josh (gitar) dan Zac Farro (drum), publik pun menanti rilisan ketiga Paramore yang kini menyisakan Hayley Williams, Jeremy Davis dan Taylor York. Penantian tersebut dibuat seru dengan Hayley yang mengungkapkan pernah ingin membubarkan Paramore karena sedih personel bandnya berguguran. Paramore tidak bubar. Mereka melahirkan album selftitled yang mengesankan, bereksperimen dengan teknologi, mematangkan vokal Hayley dan bersenang-senang. Fast in My Car masih menjadi pembuka khas Paramore, muda, ringan dan enerjik. Now di daftar berikutnya, sekaligus menjadi single pertama PARAMORE.
 
Anthemic, sound gitar tebal, punya ketukan signature, dan video klip mengesankan. Mudah sekali mengingat Hayley berjalan tanpa alis, bertanya, "Is this the future we want it?", menyerukan perjuangan mereka. Grow Up tampil lebih elektronik, menyerupai lagu pengiring disko. Intro Daydream mengingatkan kepada... The Cranberries? Versi modernnya, barangkali. Berikutnya adalah Interlude: Moving On. Durasinya yang hanya satu menit 30 detik mempermudah telinga menyerap pesan positif Hayley yang riang gembira memainkan ukulele, "Well I could be angry, but you're not worth the fight, and besides I'm moving on." Ain't It Fun diramu dengan synthisizer dan paduan suara di bagian reff. Soulful dan mengejutkan, apalagi di bagian akhir lagu, ada backing vokal pria yang membuat kamu ingin berdiri dan bertepuk tangan. Part II terdiri dari ketukan drum yang kuat, distorsi lembut dan lirik sarkas yang lucu. Last Hope mengingatkan sedikit kepada Avril Lavigne, dilengkapi synthisizer. Mudah sekali membayangkan lagu ini dimainkan di akhir setlist konser. Mungkin setelah Still Into You, yang sangat anthemic, menyenangkan dan menunjukkan, tidak move on juga tidak apa-apa, kok.

Reff yang mudah dinyanyikan, pasti bakal membuat penggemar melonjak-lonjak di kelas festival. Ankle Biters dibuka dengan gaya punk, disambut Hayley yang langsung marah-marah, "Anklebiters! Anklebiters! Someday you’re gonna be alone, anklebiters! Anklebiters!" kata sang vokalis sengit. Kembali ke ukulele, Hayley menenangkan diri dalam Interlude: Holiday, nyaman dengan liburannya sehingga menurutnya, "I don't plan on coming back." Proof, segalak judulnya. Ketukan drum militan dan gitar tebal menjadikan lagu ini yang paling rock. Amarah tersebut luluh seketika memasuki Hate to See Your Heart Break. Cara bernyanyi Hayley yang mengalun, manis nyaris sedih, ditingkahi gitar ala kartun Disney. Mengesankan, salah satu lagu yang dengan mudah akan menjadi signature Paramore sekaligus dianggap sebagai 'ini lagu aku'.

(One of Those) Crazy Girls, Hayley kembali bersemangat dalam gelombang romantisme yang sebenarnya berkisah tentang patah hati. Musik retronya membuat membayangkan Hayley dalam gaun polkadot, menatap pria yang dicintainya sembari bertanya, "You know we're gonna be forever. Why are you tellin' me goodbye? Aren’t you gonna stay the night?" Setelah reff, sound gitar bakal mengingatkan kamu kepada Weezer. Interlude ketiga adalah I'm Not Angry Anymore. Tidak terdengar seperti Hayley, liriknya lucu sekali! Be Alone beranjak menutup album selftitled ini. Bukan jenis lagu yang kamu duga akan jadi akhir PARAMORE. Be Alone agresif, nyaris memohon di saat bersamaan. Bukan musiknya yang mengejutkan, namun ambient di akhir lagu yang berlanjut di Future. Durasi tujuh menit langsung mengundang penasaran.

Bicara soal masa depan, Future terdengar muram dan mengingatkan kepada Only in Dream (THE BLUE ALBUM) dari Weezer. Gitar Taylor York menyayat hati di pertengahan, membuatmu terdiam merenungkan masa depan. Kemegahan yang ditinggalkan Future melengkapi album epik ini. Apakah Paramore berhasil melahirkan sebuah album signature? Dari punk, power pop, disko, sampai ambient, jelas trio ini tak main-main. Dalam bentuk lebih kecil dari sebelumnya, kelihatannya ambisi yang mengisi udara jadi lebih besar. Paramore patut berbangga dengan PARAMORE.

0 komentar:

Post a Comment